Salatiga, jumat-sabtu (9-10/12) bertempat di Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) Ngawen – Salatiga, sedang berlangsung FGD Program Model Desa Mandiri Gizi dengan tema “Aktivasi Kelompok Produksi Warga Untuk Pembaharuan Desa Dalam Pengembangan Desa Mandiri di kantor sekretariat SPPQT salatiga, yang sekaligus menjadi sekretariat forum Desa Mandiri Tanpa Korupsi (DMTK).

Ahmad Bahruddin, Kang Din panggilan akrabnya, Pendiri SPPQT Salatiga, Membuka Acara FGD hari ini
Kegiatan pra FGD yang dibuka oleh Dewi Hutabarat dengan menceritakan refleksi Desa Mandiri Gizi (DMG) di 4 bulan lalu dan diharapkan menghasilkan model-model desa untuk mendorong regulasi langsung kepada Kementerian Desa serta terpetakan model registrasi untuk kebijakan strategis pada lintas Kementrian dan elemen masyarakat. Dengan 3 elemen, yakni : (1) Pembaharuan Desa (aktivasi kelompok warga menjadi wadah basis musyawarah dan produksi warga desa), mencakup proses dari awal dan akhir, produk turunan dan rantai pasok, serta bidang ekonomi guna mencukupi kebutuhan masyarakatnya, setelahnya dijual dan didorong kepada konteks penguatan BUMDes dalam organisasi koperasi atau lembaga mikro lainnya. (2) Kedaulatan Pangan Desa (proses produksi pangan), hak dasar atas pemenuhan pangan dan hak asasi atas gizinya. Bahwa desa harus memilih atau dikembalikan sesuai iklim tanamnya atas produk unggulannya. Basis ekonomi yang dibangun atas dasar karakter desanya, silahkan tentukan unggul produk pangan desa mereka sendiri. Beranjut ke integreated Farming System (IFS) yang bisa di kelola menjadi nilai ekonomis kepada kelompok-kelompok warga, yang harus di amankan adalah rantai pasok yakni distribusi pasar yang utama di pakai. (3) Reforma agraria, kepemilikan komunal atas pengolahan atas tanah. Terapkan di desa yang kepemilikan komunal tanah di desa-desa, agar menguatkan konten Desa Mandiri Gizi, sehingga terjaga atas pengalihan fungsinya. Kalimat atas Kedaulatan atas tanah oleh desa didapatkan relatif, contoh di desa-desa di Kalimantan, menjadi hak pengelolaan hutan dengan pengawasan, Sehingga bisa di kerjakan bersama, memudahkan proses administrasi dan karena tidak bisa selalu merujuk kepada meregkognisi dari hukum adat saja.
Paralel dengan diatas, (4) OHOT (one house one toilet) berbasis modal sosial kegotongroyongan juga bagian penting dari 3 (tiga) elemen di atas, bukan gambaran jamban/wc model komunal yang sudah dijalankan oleh Kementerian PUPR saat ini, dan yang ke (5) tugas baru DMtK juga, mendorong paud berbasis komunitas desa menjadi lebih mainstreaming, mengawal konsep paud berbasis desa, agar bisa diperjuangkan hak DAK langsung diterimakan oleh lembaga. Intinya di proses organizing pada sebuah tempat paud berbasis kepada SDM setempat dengan fokus utama pencerdasan anak di usia dini.
Harapannya hari ini, momentum desa-desa pada hari ini dihadirkan untuk saling share dalam forum ini.
Kang Din menambahkan, hasil FGD ini sangatlah optimis tentang bagaimana perjalanan dan regulasi UUDesa semakin menjadi baik, apalagi ditunjang dengan 3 (tiga) prioritas elemen ini, boleh jadi forum DMtK bisa menguatkan momentum ini, bertepatan juga hari ini juga ditetapkan jadi #HariAntiKorupsi.
“Di akhir tahun ini, kita telah mendapatkan pengalaman banyak, mengenai sesi-sesi paket pelatihan dengan prinsip social society, dan kapasitas kita membikin Model model (Best practise). Kita bisa rumuskan sebuah konsep salah satu dari prioritas nawa cita yang bisa kita ciptakan, gagasan ini akan memberikan pendekatan yang realistis”, tegas kang Din.
Tambahan poin (6) dari Tri Mumpuni, menegaskan bahwa 30% lahan Indonesia dimiliki oleh individual, atas tanah negara. Bagaimana, negara bisa membuat aturan tanah tersebut yang tidak ada HGUnya menjadi aset kembali ke Desa. Bicara energi, yang paling berpeluang adalah mengoptimalisasi kotoran/gas dari manusia dan hewan.
27ribu kk miskin, Indonesia punya masalah, dikaitkan dengan pinjaman bergulir ulasan 2Ha lahan untuk pertanian dengan global oasis. Iskandar Kuntoadji menyampaikan bahwa Modal Sosial Desa adalah daya dukung pada lingkungannya, dengan kesadaran sumber daya setempat. Seperti, energi alternatif seperti mikro hidro dan bisa membuat capaian area. Ilmu energi dan ilmu pangan lokal tidak boleh dipisahkan dari sumber daya lingkungan setempat. Akses energi dorong berikan kepada pelaku/masyarakat desa. Resoursce bisa didapatkan dengan desa diberikan kewenangan untuk menentukan sumber Energi nya sendiri, disini peran DMtK mendorong regulasi tersebut. Jadikan itu kekuatan trust kepada desa, bagaimana birokrat dirubah sistemnya agar tidak merusak Social Capital dengan model tender infrastruktur, yakni dengan memberikan kekuasaan kepada rakyat, pendekatan potensi energi dibangun berdasarkan kegotongroyongan. Everything it’s possible tegas Mumpuni.