Masyarakat miskin desa dinilai masih bergantung pada jaring perlindungan sosial untuk meringankan beban pengeluarannya. Bantuan tunai dari pemerintah turut menekan angka kemiskinan. Namun perlu upaya ekstra untuk mengatasi ketimpangan dan memberdayakan ekonomi masyarakat desa.

Terkait upaya itu, diluar konteks yang masih di terus diperbincangkan oleh para pakar, aktivis dan pemerhati desa mengenai kinerja Pemerintah dalam mengalokasikan anggaran perlindungan sosial di APBN dari tahun ke tahun yang semakin meningkat dan berbagai upaya dari program strategis Kemetrian/Lembaga serta dari hasil data survei Badan Pusat Statistik (BPS).

Program Padat Karya Tunai di Desa Wlahar Wetan Tahun 2018

 

 

 

 

 

Kami ingin sekali mencari proses dan menemukan cara serta teknik dalam membangun desa agar berdaya secara ekonomi, artinya tidak hanya proses belajar menemukan kebutuhan membangun ekonomi masyarakat, tetapi mengenali kebutuhan sasaran karena terkadang harus kita akui, kebutuhan belajar tidak selalu terungkap secara jelas sehingga butuh proses lebih lama untuk dapat mengenali kebutuhan masyarakat sasaran.

Mengapa identifikasi Kebutuhan ekonomi masyarakat, mungkin pertanyaan inilah yang selalu mewakili keingintahuan kami sampai saat ini. Kami yakin Kedepan, bila kami berproses, belajar teknik dan mengetahui cara atau skema, akan mempermudah dalam pertimbangan untuk menemukan skala prioritas dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan Pemerintah Desa. Sebagai data dan informasi bagi pihak yang memerlukan dan juga sebagai bahan dokumentasi.

Lantas, bagaimana memberdayakan perekonomian perdesaan untuk mengatasi ketimpangan? Sudah memadaikan infrastruktur dalam menunjang upaya tersebut? Apa sesungguhnya, tantangan terbesar dalam upaya menumbuhkan perekonomian di perdesaan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kami berdiskusi dengan narasumber, yakni: Dewi Hutabarat, Pengurus Kadin Wakil Komisi Tetap Koperasi dan Ekonomi Kerakyatan, Sekretaris Umum Forum Desa Mandiri Tanpa Korupsi.

“Proses pemiskinan desa terjadi selama berpuluh tahun lamanya. Ditambah program-program top-down yang cenderung memaksa penduduk desa untuk melaksanakan apa yang ditentukan oleh ‘pusat’, kian terkikislah proses pendidikan masyarakat yang tadinya berlangsung secara alamiah sebagai bagian dari kearifan dan kecerdasan sosial lokal mereka”, ungkapnya.
Kemiskinan di desa bukan sesederhana kekurangan pendapatan, atau ketidakmampuan mengembangkan usaha.

 

 

 

 

 

Kemiskinan di desa adalah buah dari dipangkasnya proses partisipasi dan keterlibatan warga desa, yang bersumber dari hak berdaulat desa atas pengembangan semua aspek kehidupannya. Kemampuan mengembangkan usaha ekonomi yang terbatas, adalah salah satu akibat saja dari proses panjang pengebirian hak warga desa untuk berproses mengelola sumber dayanya.

[Bersambung]